Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa ekspor kumulatif Indonesia dari Januari sampai Agustus 2016 mencapai 93,73 milyar dolar AS, ini turun 10,61 % dibanding priode yang sama pada tahun 2015. Penurunan ini disebabkan oleh turunnya ekspor berbagai komoditas dari berbagai sektor. Dr Sigid Kusumowidagdo, seorang praktisi keuangan di Jakarta, merinci data tersebut, sebagai berikut: penurunan ekspor Non-Migas sebesar US Dollar 85,11 milyat, turun 7,32 %; ekspor industri olahan (Manufaktur), turun 4,37 %, ekspor tambang dan lainnya turun 20,83 %, dan e kspor Pertanian, turun 20,69%.
Bersamaan dengan penurunan ekspor ini selama bulan AGustus rupiah mengalamipenurunan terhadap beberapa mata uang asing. Penururnan ini, dalam catatan Dr Sigid, terjadi antara 1%-3,41%. Selengkapnya:
a.Terhadap dolar AS, Turun 1 %
b.Terhadap dolar Australia, turun 1,59 %
c.Terhadap Yen Jepang, turun 3,41 %
d.Terhadap Euro, turun 2,42 %
Turunnya nilai ekspor dan nilai rupiah menunjukkan upaya perbaikan kebijakan oleh pemerintah belum bisa memperbaiki sektor yang merupakan unsur terpenting dalam penerimaan negara, di samping perpajakan. Ini membawa konsekuensi:
“Melebarkan defisit anggaran negara, sedikitnya di 2016, yang akan meningkatkan kebutuhan utang luar negeri atau surat utang negara/obligasi untuk menutup kekurangan dana. Kedua, turunnya nilai rupiah dengan berbagai mitra dagang Indonesia bersamaan dengan penurunan hasil ekspor mematahkan teori yang disampaikan pejabat-pejabat negara: bahwa penurunan nilai rupiah akan bermanfaat meningkatkan ekspor,” ujar alumni University of Washingtan, AS di atas.
Beginilah nasib Indonesia saat ini.