Jika ekonomi global memasuki krisis ekonomi di masa mendatang ini maka yang akan terjadi adalah sebuah epik ledakan utang negara. Terjadinya akan dalam sekala massif dan berkepanjangan. Demikian ekonom Badan Perdagangan di PBB (UNCTAD) memprediksi.
“Ketika modal mulai mengalir keluar, dimulailah bahayayang sangat nyata kita memasuki fase ketiga dari krisis keuangan yang dimulai dengan rontoknya pasar perumahan Amerika Serikat pada akhir tahun 2007 lalu, sebelum menyebar ke pasar obligasi di negara-negara Eropa,” menurut laporan tahunan PBB Konferensi Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) PBB, yang barusan diluncurkan.
Menyusul krisis 2008-2009, negara-negara berkembang menghadapi gelontoran kredit murah. Proses itu dipanaskan oleh program pelonggaran kuantitatif, yang tiada lain pencetakan uang kertas baru, di negara-negara maju, yang memerlukan penyaluran
“Lonceng alarm telah berdering akibat ledakan tingkat utang perusahaan di negara-negara berkembang, yang sekarang ini telah melebihi 25 triliun dolar AS. Menurut UNCTAD Spiral deflasi yang merusak tidak dapat dikesampingkan.
Di bawah kondisi perlambatan GDP secara global kemungkinan utang-utang tersebut tidak akan dapat dibayar. Harga-harga berbagai komoditi strategis juga masih akan mengalami kontraksi.
Setelah kontraksi ekonomi 2008-2009 negara-negara berkembang, termasuk negara berkembang besar seperti Brazil, Rusia dan Afrika Selatan, masih berjuang untuk kembali ke tempo pembangunan ekonomi sebelumnya. Sementara negara maju masih harus bergulat denagn berbagai kemunbgkinan krisis di sektor keuangannya sendiri.