Dalam beberapa hari terakhir ini rakyat India mengalami kepanikan, mereka menyerbu bank dan ATM. Bukan mau mengambil uang, justru mau menyerahkan uang. Ini gara-gara bank sentral India memutuskan menyatakan uang rupee dalam nilai besar, yaitu 500 ruppe dan 1000 rupee, tidak lagi berlaku, pada 8 November 2016 lalu. Para pedagang spontan juga tidak mau lagi menerima pembayaran dengan uang besar ini.
Alasan pokok penarikan uang bernilai besar adalah untuk mengatasi “ekonomi bawah tanah”, satu istilah untuk transaksi tunai, dan tidak melalui perbankan. Transaksi tunai bagi bank dianggap merugikan, karena tidak tercatat, dan karena itu pula lolos dari sistem perpajakan. Di India, seperti di Indonesia, bankir-bankir juga tengah memaksakan pemerintah melakukan Tax Amnesty, guna meningkatkan penarikan pajak.

Akibat serbuan rakyat, separuh dari 200 ribu lebih mesin ATM, ditutup Jumat lalu. Di beberapa tempat bahkan terjadi kerusuhan. Sebagian rakyat khususnya di pedasaan marah karena tiba-tiba uang mereka tidaklaku lagi.
Total nilai uang beredar dalam denominasi 500 dan 1000 rupi sangatlah besar, mencapai lebih dari 85% uang beredar. Total nilainya mencapai 478.68 miliar rupees (US$ 7.1 miliar ). Dengan ditariknya uang bernilai besar maka transaksi akan harus dilakukan secara elektronik, dengan kartu debit, kartu kredit, cek, dan sejenisnya.
Ini membuktikan dengan lebih kasat mata bahwa pemerintahan di manapun hari ini hanyalah boneka para bankir. Seluruh program yang dijalankan hanyalah menuruti kepentingan mereka. Rakyat hanyalah jadi agunan dan obyek pemerasan.